Rabu, 26 Juni 2013

...Sajadah Yang Merindu Dua Raka'atmu...




DI SUDUT tempat sujud itu, terdengar sayup isak tangis. Ku dekati suara itu yang tak lain adalah isak tangis sajadahku.

Ku tanya padanya, “Ada apa denganmu?!”


Dalam temaram ruangan, dia menjawab pelan sambil menyeka airmatanya. Jawabnya,
Dulu sebelum kau mengisi kajian, kau sempatkan DUA RAKA’AT dgn harapan mendapat kelancaran. Tapi kini, kau lebih sibuk memikirkan presentasi, menghafal syair atau merangkai lelucon ringan sebagi persiapan. 


Dulu sebelum kau menulis novel atau kitab, kau sempatkan DUA RAKA’AT dgn harapan mengalirnya inspirasi yg dahsyat. Tapi kini, kau lebih sibuk merangkai retorika atau kata puitis melankolis, mengejar deadline atau hanya sekedar untuk mendapat keartisan sesaat.
Dulu di saat Dhuha, kau sempatkan DUA RAKA’AT dgn harapan lancarnya segala urusan di hari itu. Tapi kini, kau belajar dan bekerja tak kenal waktu, seolah lupa DIA lah yg selama ini memberimu rizqi dan ilmu. 


Dulu di 1/3 malam, minimal, kau sempatkan DUA RAKA’AT dgn harapan bisa bermuhasabah dan memohon padaNya. Tapi kini, dgn alasan sudah penat dan kelelahan, kau panjangkan tidur tak sempat berduaan denganNya. 


Dulu sebelum syuro’, kau sempatkan DUA RAKA’AT dgn harapan lancar dan tuntasnya agenda da’wah. Tapi kini, kau lebih memilih dtg telat atau bahkan izin dgn alasan mengejar Ma’isyah atau mungkin Aisyah. (Astaghfirullah wa na’udzubillah)
Apa kini kau lupa atau terlena? 


Kembalilah seperti dulu, pribadi yg islami yg tersibghoh (tercelup) warna Illahi. Berazzam membina generasi Rabbani, melestarikan budaya Qur’ani yg tak pernah membiarkan cahaya Da’wah ini mati terhempas urusan duniawi. 


Aku Rindu Masa Itu. Aku Rindu Airmata Sujudmu. Aku Rindu Dua Raka’atmu...!!!
~semoga bisa menjadi bahan renungan tuk kita semua, jgn lupa sholawat, dzikir, tafakur, qiro atil qur'an dan ibadah lainnya.. salam ukhuwah fillah,

Semoga tidak Berubah

Dalam perjalanan waktu yang tak pernah kembali, semua berubah menjadi tak seperti dulu lagi. Bisa lebih baik dan menyenangkan, bisa juga sebaliknya. Semua sebagai sebuah keniscayaan, sebagai sunatullah agar menjadi peringatan bagi kita semua, bahwa tidak ada yang abadi di sini, di dunia ini. Kecuali mereka yang bebal dan gagal melihat tanda-tanda yang jumlahnya melimpah ruah, atau tak sempat merenungkan hakikat kehidupan yang berjalan menuju kiamat, semua tentu ada maksud dan tujuannya.

Banyak di antara perubahan yang ada mengguncangkan jiwa, menorehkan luka atau membuat kecewa. Berbagai hal baru, terutama yang belum terprediksi sebelumnya, jelas bukan hal yang mudah untuk menyamankan hati. Apalagi jika di dalamnya mengandung hal-hal yang tidak kita kehendaki sebagai manusia. Yang pada dasarnya mendambakan kelezatan dan bersifat tergesa.

Bahkan saat berbagai kenikmatan terasakan, kemestian akan perubahannya menyisakan was-was dan khawatir. Bukankah semuanya belum berakhir? sedang kita tidak pernah thau apa yang akan terjadi esok hari, di sini, bahkan pada diri kita sendiri. Karena semua menjadi tidak pasti, dan kita pun tidak akan pernah mengerti rahasia dari semua ini. Mengingkarinya jelas sebuah kebodohan. Hal itu hanya akan menghempaskan kita pada serangkaian kenyataan pahit dan menyakitkan

Tapi ada juga yang tidak berubah, atau tidak akan pernah, sampai Allah menghendakinya, kewajiban kita untuk menghamba kepada Allah. Dalam semua kemungkinan akan perubahan yang terjadi, dalam semua kejadian yang mengiringi, kewajiban ini akan kita bawa mati, dan dalam bentuk lain akan berlanjut lagi. Sejalan dengan tujuan penciptaan, dan selaras dengan kenyataan. Dan jelas bukan hal yang mudah untuk bertahan dalam penghambaan di setiap fase kehidupan yang senantiasa berubah itu.

Inilah saatnya mengikatkan hati kepada Allah. Membangun keyakinan akan kemahatahuan-Nya, kesempurnaan ilmu-Nya, kecermatan takdir-Nya, hingga keindahan rencana-Nya. Bahwa apapun ketetapan-Nya adalah baik adanya dan terjadi atas izin-Nya belaka. Bahwa di balik semua musibah pasti ada hikmah dan untuk kebaikan kita sebagai hamba. Bahwa kasih sayang-Nya meninggi melampaui kasih ibu akan anak-anaknya. Dan yang pasti, Dia tidak akan pernah mengecewakan siapapun yang memasrahkan diri kepada-Nya.

Bertawakal kepada Allah atas apapun yang terjadi adalah pilihan pasti. Selalu yakin dan percaya bahwa Dia-lah satu-satunya yang pantas menjadi sandaran. Meninggikan iman hingga menakjubkan setiap keadaan yang melingkupi, sehingga apa yang terjadi bukanlah masalah lagi. Kemudia berdoa, "Sungguh, kita hanyalah milik Allah yang kepada-Nya akan kembali. Allahumma, berilah pahala atas musibah ini, dan berilah ganti dengan yang lebih baik."

Maka, biarlah semuanya berubah, asalkan kita tidak pernah berubah sebagai hamba Allah, sebab Dialah satu-satunya rahasia perubahan itu. Semoga!

64| ar-risalah No. 143/Vol. XII/09 Jumada Tsani - Rajab 1434 H / Mei 2013

Rabu, 19 Juni 2013

"Kompetisi Aritmatika Jari dan Matematika Se-Kota Medan", Minggu 16 Juni 2013 @Palladium Mall

Suasana Ujian Kompetisi Kelas I
Semangatttt Adik2...!!! B-)

Suasana Ujian Kompetisi Kelas II
Siapa yang mau Juara...???!!!
Semua pada mau. :-))

Suasana Ujian Kompetisi Kelas III
Abang dan Kakanya juga mau... Semangat men...!!

Panitia Ikhwan UKMI Al Falak sedang istirahat makan
Ayo semangat bro... Pantang Menyerah.. :)

Panitia Ikhwan UKMI Al Falak sedang istirahat makan
Yang Akhwat tidak mau kalah juga :D
Panitia UKMI Al Falak Sedang meriksa soal dan jawaban
Siapa yang juara ya...

Piala buat para Pemenang :-))

Ketum memberikan Piala.
Selamat Adik Pemenang Juara 1

Para Juara ... :)
Kembali ke masa lalu. Pernah juara ga ya... ???

Juara Umum Sekolah
Kelas I, II, dan III
terbanyak di raih Sekolah Hikmatul Fadhillah. Selamat..!! :)
Tanggung Jawab semakin berat..

#KaReNa KiTa KeLuArGa

Minggu, 09 Juni 2013

Kupotret Rindu yang Tak Bertunas




Harus jujur kuakui, sulit bagiku tuk definisikan kata rindu. Namun kuserahkan saja jemariku menari untuk menyulam beberapa kalimat agar mengungkapkan apa yang kuketahui tentang rindu itu sendiri.
Siapapun berhak memberikan pandangan tentang rindu. Aku berpikir, kata rindu itu sendiri bersifat umum. Dan akan benar-benar bermakna serta bersifat khusus sekiranya disertai obyek yang dirindu. Obyek tersebut bisa nyata ataupun abstrak tergantung subyek atau sosok yang sedang merindu.

Tak salah pula sekiranya kututurkan bahwa rindu adalah sebuah kata kerja bagi hati. Ia bukanlah kata kerja bagi anggota badan yang walaupun anggota badan kerap kali tergerak untuk melakukan sesuatu sebagai respon dari rindu itu sendiri..

Rasanya sulit jua bagiku memandang rindu sebagai sebuah “penyakit”. Namun begitu, tak mudah pula kupandang rindu sebagai reaksi jiwa yang “sehat”. Bagaimana tak kuucap demikian, cobalah engkau rasakan atau bisa jadi detik ini sedang engkau rasakan letupan-letupan rindu yang bergejolak.

Percikan Rindu Di Sudut Hati

Awalnya, rindu mungkin masih tak “liar” dan sedang terlelap nyenyak di sudut ruang hati. Seiring detik berdetak, pemiliknya sering tak tersadar, angin sejuk dari manakah yang jadikan rindu itu terbangun. Tak pula diketahui, mimpi manakah yang jadikan rindu itu tiba-tiba terjaga.

Seiring waktu pula, rindu semakin bereaksi dan “mengamuk” serta berkecamuk hebat di hati. Pada saat yang sama, terbisiklah telinga untuk segera mendengar hal-hal yang rindu inginkan. Tersapalah lidah untuk berbicara. Terayulah mata untuk memandang. Tergodalah jiwa tuk rasakan hal-hal yang ingin dikenang.

Obati Rindu

Saat-saat seperti itulah kukatakan rindu sebagai “penyakit”. Walau tak bersifat medis, ia pula terkadang timbulkan gejala-gejala lain yang menyebabkan si empunya terbaring sakit. Karena itu, sudah seharusnya rindu itu diobati. Dan hanya perjumpaanlah yang menjadi penawar sekaligus obat utamanya.

Potret-potret Rindu

Ada banyak potret-potret kerinduan yang bertaburan dalam kehidupan. Siapa yang tak pernah merindu, bisa dipastikan tak ada cinta yang ia semburatkan karena rindu tumbuh seiring suburnya tunas-tunas cinta.

Dulu, ketika engkau bayi dan ditinggal sebentar sang ibu, tangisanmu langsung meledak dan serpihannya menusuk hati sang ibu. Terkumpul bermacam rindu darimu untuk ibu. Kau rindukan air susunya. Kau rindukan pelukan hangatnya. Kau rindukan suaranya. Kau rindukan belaian sayangnya.
Begitu pun sang ibu, pada saat yang sama, ia rindukan imut wajahmu. Ia rindukan candaanmu. Ia rindukan segalanya yang ada padamu.

Mari sejenak intip sang ayah yang sedang bekerja seharian di luar rumah. Di tengah fokusnya menyelesaikan tugas, rindu pun datang bertandang. Ia rindukan anak dan istri di rumah. Ia rindukan canda si kecil di beranda. Ia rindukan sentuhan lembut kekasih hati. Ia rindukan racikan masakan kesukaan yang selalu terhidang. Hati begitu ingin cepat pulang.

Seorang wanita pun begitu sensitif disapa oleh rindu. Karena tak tundukan pandangan atau tak menjaga etika syari bermu’amalah, wajah seorang laki-laki pun berhasil terekam melalui mata kemudian ditransfer dan tersimpan dalam pikirannya. Lelaki itu miliki titik-titik pesona dan mampu ditangkap sang wanita.
Itulah yang menjadikan sang wanita terbalut rindu penuh harap dalam alam lamunannya. rindu menjadikan telaga air matanya bergelombang riuh hingga terbulir bening bak kristal menyusuri pipi.

Terlebih lagi bagi mereka baik laki-laki maupun wanita yang diberikan hidayah oleh Allah untuk lepas dari hubungan tak jelas dan haram yang bernama pacaran. Datanglah rindu mencandai dua insan itu. Mereka kenang masa-masa “indah” yang telah berlalu. Syaitan pun beraksi untuk mengikis hidayah yang telah mereka raih. Ujung-ujungnya, kembali mereka jalin jalinan hingga dosa-dosa maksiat kembali tertabung.

Dan satu bulan lagi, salah satu kerinduan orang-orang beriman akan terobati dengan datangnya bulan Ramadhan. Tamu agung yang dinanti-nanti. Di bulan itulah orang-orang beriman menabung limpahan pahala dengan memperbaiki kualitas dan kuantitas amal. Mendekati hari pertama puasa, rindu mereka memuncak dan pada saat itu mereka rindukan nikmatnya beribadah, mereka rindukan suasana berbuka puasa, mereka rindukan suasana sahur penuh berkah, dan pula, mereka rindukan tetesan-tetesan air mata kala berdoa dan bersujud di hadapan ar-rahman. 

Baiklah, kutitip rindu untukmu. Semoga kan kita bersua di taman-taman surga. Amiin ya mustajiba sa ilin.