Jumat, 05 Juli 2013

Hasil Kebun SNKS ^_^

What U're comment about this...???


#Sekolah Nilai, Karakter & Strategis
UKMI Al Falak FMIPA USU

#KaReNa KiTa KeLuArGa

Rabu, 26 Juni 2013

...Sajadah Yang Merindu Dua Raka'atmu...




DI SUDUT tempat sujud itu, terdengar sayup isak tangis. Ku dekati suara itu yang tak lain adalah isak tangis sajadahku.

Ku tanya padanya, “Ada apa denganmu?!”


Dalam temaram ruangan, dia menjawab pelan sambil menyeka airmatanya. Jawabnya,
Dulu sebelum kau mengisi kajian, kau sempatkan DUA RAKA’AT dgn harapan mendapat kelancaran. Tapi kini, kau lebih sibuk memikirkan presentasi, menghafal syair atau merangkai lelucon ringan sebagi persiapan. 


Dulu sebelum kau menulis novel atau kitab, kau sempatkan DUA RAKA’AT dgn harapan mengalirnya inspirasi yg dahsyat. Tapi kini, kau lebih sibuk merangkai retorika atau kata puitis melankolis, mengejar deadline atau hanya sekedar untuk mendapat keartisan sesaat.
Dulu di saat Dhuha, kau sempatkan DUA RAKA’AT dgn harapan lancarnya segala urusan di hari itu. Tapi kini, kau belajar dan bekerja tak kenal waktu, seolah lupa DIA lah yg selama ini memberimu rizqi dan ilmu. 


Dulu di 1/3 malam, minimal, kau sempatkan DUA RAKA’AT dgn harapan bisa bermuhasabah dan memohon padaNya. Tapi kini, dgn alasan sudah penat dan kelelahan, kau panjangkan tidur tak sempat berduaan denganNya. 


Dulu sebelum syuro’, kau sempatkan DUA RAKA’AT dgn harapan lancar dan tuntasnya agenda da’wah. Tapi kini, kau lebih memilih dtg telat atau bahkan izin dgn alasan mengejar Ma’isyah atau mungkin Aisyah. (Astaghfirullah wa na’udzubillah)
Apa kini kau lupa atau terlena? 


Kembalilah seperti dulu, pribadi yg islami yg tersibghoh (tercelup) warna Illahi. Berazzam membina generasi Rabbani, melestarikan budaya Qur’ani yg tak pernah membiarkan cahaya Da’wah ini mati terhempas urusan duniawi. 


Aku Rindu Masa Itu. Aku Rindu Airmata Sujudmu. Aku Rindu Dua Raka’atmu...!!!
~semoga bisa menjadi bahan renungan tuk kita semua, jgn lupa sholawat, dzikir, tafakur, qiro atil qur'an dan ibadah lainnya.. salam ukhuwah fillah,

Semoga tidak Berubah

Dalam perjalanan waktu yang tak pernah kembali, semua berubah menjadi tak seperti dulu lagi. Bisa lebih baik dan menyenangkan, bisa juga sebaliknya. Semua sebagai sebuah keniscayaan, sebagai sunatullah agar menjadi peringatan bagi kita semua, bahwa tidak ada yang abadi di sini, di dunia ini. Kecuali mereka yang bebal dan gagal melihat tanda-tanda yang jumlahnya melimpah ruah, atau tak sempat merenungkan hakikat kehidupan yang berjalan menuju kiamat, semua tentu ada maksud dan tujuannya.

Banyak di antara perubahan yang ada mengguncangkan jiwa, menorehkan luka atau membuat kecewa. Berbagai hal baru, terutama yang belum terprediksi sebelumnya, jelas bukan hal yang mudah untuk menyamankan hati. Apalagi jika di dalamnya mengandung hal-hal yang tidak kita kehendaki sebagai manusia. Yang pada dasarnya mendambakan kelezatan dan bersifat tergesa.

Bahkan saat berbagai kenikmatan terasakan, kemestian akan perubahannya menyisakan was-was dan khawatir. Bukankah semuanya belum berakhir? sedang kita tidak pernah thau apa yang akan terjadi esok hari, di sini, bahkan pada diri kita sendiri. Karena semua menjadi tidak pasti, dan kita pun tidak akan pernah mengerti rahasia dari semua ini. Mengingkarinya jelas sebuah kebodohan. Hal itu hanya akan menghempaskan kita pada serangkaian kenyataan pahit dan menyakitkan

Tapi ada juga yang tidak berubah, atau tidak akan pernah, sampai Allah menghendakinya, kewajiban kita untuk menghamba kepada Allah. Dalam semua kemungkinan akan perubahan yang terjadi, dalam semua kejadian yang mengiringi, kewajiban ini akan kita bawa mati, dan dalam bentuk lain akan berlanjut lagi. Sejalan dengan tujuan penciptaan, dan selaras dengan kenyataan. Dan jelas bukan hal yang mudah untuk bertahan dalam penghambaan di setiap fase kehidupan yang senantiasa berubah itu.

Inilah saatnya mengikatkan hati kepada Allah. Membangun keyakinan akan kemahatahuan-Nya, kesempurnaan ilmu-Nya, kecermatan takdir-Nya, hingga keindahan rencana-Nya. Bahwa apapun ketetapan-Nya adalah baik adanya dan terjadi atas izin-Nya belaka. Bahwa di balik semua musibah pasti ada hikmah dan untuk kebaikan kita sebagai hamba. Bahwa kasih sayang-Nya meninggi melampaui kasih ibu akan anak-anaknya. Dan yang pasti, Dia tidak akan pernah mengecewakan siapapun yang memasrahkan diri kepada-Nya.

Bertawakal kepada Allah atas apapun yang terjadi adalah pilihan pasti. Selalu yakin dan percaya bahwa Dia-lah satu-satunya yang pantas menjadi sandaran. Meninggikan iman hingga menakjubkan setiap keadaan yang melingkupi, sehingga apa yang terjadi bukanlah masalah lagi. Kemudia berdoa, "Sungguh, kita hanyalah milik Allah yang kepada-Nya akan kembali. Allahumma, berilah pahala atas musibah ini, dan berilah ganti dengan yang lebih baik."

Maka, biarlah semuanya berubah, asalkan kita tidak pernah berubah sebagai hamba Allah, sebab Dialah satu-satunya rahasia perubahan itu. Semoga!

64| ar-risalah No. 143/Vol. XII/09 Jumada Tsani - Rajab 1434 H / Mei 2013

Rabu, 19 Juni 2013

"Kompetisi Aritmatika Jari dan Matematika Se-Kota Medan", Minggu 16 Juni 2013 @Palladium Mall

Suasana Ujian Kompetisi Kelas I
Semangatttt Adik2...!!! B-)

Suasana Ujian Kompetisi Kelas II
Siapa yang mau Juara...???!!!
Semua pada mau. :-))

Suasana Ujian Kompetisi Kelas III
Abang dan Kakanya juga mau... Semangat men...!!

Panitia Ikhwan UKMI Al Falak sedang istirahat makan
Ayo semangat bro... Pantang Menyerah.. :)

Panitia Ikhwan UKMI Al Falak sedang istirahat makan
Yang Akhwat tidak mau kalah juga :D
Panitia UKMI Al Falak Sedang meriksa soal dan jawaban
Siapa yang juara ya...

Piala buat para Pemenang :-))

Ketum memberikan Piala.
Selamat Adik Pemenang Juara 1

Para Juara ... :)
Kembali ke masa lalu. Pernah juara ga ya... ???

Juara Umum Sekolah
Kelas I, II, dan III
terbanyak di raih Sekolah Hikmatul Fadhillah. Selamat..!! :)
Tanggung Jawab semakin berat..

#KaReNa KiTa KeLuArGa

Minggu, 09 Juni 2013

Kupotret Rindu yang Tak Bertunas




Harus jujur kuakui, sulit bagiku tuk definisikan kata rindu. Namun kuserahkan saja jemariku menari untuk menyulam beberapa kalimat agar mengungkapkan apa yang kuketahui tentang rindu itu sendiri.
Siapapun berhak memberikan pandangan tentang rindu. Aku berpikir, kata rindu itu sendiri bersifat umum. Dan akan benar-benar bermakna serta bersifat khusus sekiranya disertai obyek yang dirindu. Obyek tersebut bisa nyata ataupun abstrak tergantung subyek atau sosok yang sedang merindu.

Tak salah pula sekiranya kututurkan bahwa rindu adalah sebuah kata kerja bagi hati. Ia bukanlah kata kerja bagi anggota badan yang walaupun anggota badan kerap kali tergerak untuk melakukan sesuatu sebagai respon dari rindu itu sendiri..

Rasanya sulit jua bagiku memandang rindu sebagai sebuah “penyakit”. Namun begitu, tak mudah pula kupandang rindu sebagai reaksi jiwa yang “sehat”. Bagaimana tak kuucap demikian, cobalah engkau rasakan atau bisa jadi detik ini sedang engkau rasakan letupan-letupan rindu yang bergejolak.

Percikan Rindu Di Sudut Hati

Awalnya, rindu mungkin masih tak “liar” dan sedang terlelap nyenyak di sudut ruang hati. Seiring detik berdetak, pemiliknya sering tak tersadar, angin sejuk dari manakah yang jadikan rindu itu terbangun. Tak pula diketahui, mimpi manakah yang jadikan rindu itu tiba-tiba terjaga.

Seiring waktu pula, rindu semakin bereaksi dan “mengamuk” serta berkecamuk hebat di hati. Pada saat yang sama, terbisiklah telinga untuk segera mendengar hal-hal yang rindu inginkan. Tersapalah lidah untuk berbicara. Terayulah mata untuk memandang. Tergodalah jiwa tuk rasakan hal-hal yang ingin dikenang.

Obati Rindu

Saat-saat seperti itulah kukatakan rindu sebagai “penyakit”. Walau tak bersifat medis, ia pula terkadang timbulkan gejala-gejala lain yang menyebabkan si empunya terbaring sakit. Karena itu, sudah seharusnya rindu itu diobati. Dan hanya perjumpaanlah yang menjadi penawar sekaligus obat utamanya.

Potret-potret Rindu

Ada banyak potret-potret kerinduan yang bertaburan dalam kehidupan. Siapa yang tak pernah merindu, bisa dipastikan tak ada cinta yang ia semburatkan karena rindu tumbuh seiring suburnya tunas-tunas cinta.

Dulu, ketika engkau bayi dan ditinggal sebentar sang ibu, tangisanmu langsung meledak dan serpihannya menusuk hati sang ibu. Terkumpul bermacam rindu darimu untuk ibu. Kau rindukan air susunya. Kau rindukan pelukan hangatnya. Kau rindukan suaranya. Kau rindukan belaian sayangnya.
Begitu pun sang ibu, pada saat yang sama, ia rindukan imut wajahmu. Ia rindukan candaanmu. Ia rindukan segalanya yang ada padamu.

Mari sejenak intip sang ayah yang sedang bekerja seharian di luar rumah. Di tengah fokusnya menyelesaikan tugas, rindu pun datang bertandang. Ia rindukan anak dan istri di rumah. Ia rindukan canda si kecil di beranda. Ia rindukan sentuhan lembut kekasih hati. Ia rindukan racikan masakan kesukaan yang selalu terhidang. Hati begitu ingin cepat pulang.

Seorang wanita pun begitu sensitif disapa oleh rindu. Karena tak tundukan pandangan atau tak menjaga etika syari bermu’amalah, wajah seorang laki-laki pun berhasil terekam melalui mata kemudian ditransfer dan tersimpan dalam pikirannya. Lelaki itu miliki titik-titik pesona dan mampu ditangkap sang wanita.
Itulah yang menjadikan sang wanita terbalut rindu penuh harap dalam alam lamunannya. rindu menjadikan telaga air matanya bergelombang riuh hingga terbulir bening bak kristal menyusuri pipi.

Terlebih lagi bagi mereka baik laki-laki maupun wanita yang diberikan hidayah oleh Allah untuk lepas dari hubungan tak jelas dan haram yang bernama pacaran. Datanglah rindu mencandai dua insan itu. Mereka kenang masa-masa “indah” yang telah berlalu. Syaitan pun beraksi untuk mengikis hidayah yang telah mereka raih. Ujung-ujungnya, kembali mereka jalin jalinan hingga dosa-dosa maksiat kembali tertabung.

Dan satu bulan lagi, salah satu kerinduan orang-orang beriman akan terobati dengan datangnya bulan Ramadhan. Tamu agung yang dinanti-nanti. Di bulan itulah orang-orang beriman menabung limpahan pahala dengan memperbaiki kualitas dan kuantitas amal. Mendekati hari pertama puasa, rindu mereka memuncak dan pada saat itu mereka rindukan nikmatnya beribadah, mereka rindukan suasana berbuka puasa, mereka rindukan suasana sahur penuh berkah, dan pula, mereka rindukan tetesan-tetesan air mata kala berdoa dan bersujud di hadapan ar-rahman. 

Baiklah, kutitip rindu untukmu. Semoga kan kita bersua di taman-taman surga. Amiin ya mustajiba sa ilin.




Jumat, 10 Mei 2013

Budaya Afwan


Suasana sore itu tak jauh berbeda dengan sore-sore sebelumnya. Beberapa kelompok mahasiswa asik berdiskusi di sudut-sudut bangunan berbentuk segi delapan itu. Penuh semangat mereka mengeluarkan usulan dan argumen-argumen untuk meyakinkan anggota syuro yang lain agar mengikuti apa yang dia usulakan. Pemandangan agak berbeda terlihat di salah satu sudut ruangan sebelah utara, sesosok lelaki muda duduk sendirian memainkan spidol hitam ditangan kanannya dengan raut muka agak cemas berulang kali melirik ke arah tempat parkir motor menanti kedatangan teman-temannya.
Beberapa saat kemudian, satu persatu teman yang dinanti pun datang. Memasang setting wajah tak berdosa lalu mengucapkan “Afwan telat”, dua kata ajaib yang terucap setelah salam, menganggap kata itu sudah cukup menjadi tebusan atas keterlambatannya. Beberapa sms yang baru masuk pun berisi 2 kata ajaib itu diiringi dengan keterangan waktu di belakangnya, 10 menit lah, 15 menit, bahkan ada yang tega menulis 30 menit. Mereka yang baru tiba itu duduk manis dengan masih memasang tampang tak berdosa seolah-olah tak ada kesalahan apa pun yang telah diperbuatnya. Sedangkan lelaki yang dari tadi menunggu berusaha untuk tersenyum semanis mungkin dan berusaha menghapus kekesalannya.
Syuro pun dimulai. Ba’da salam, syukur, shalawat dan basmalah, pemimpin syuro membacakan 1 surat dari Kitabullah, Surat Al-‘Ashr 1-3:
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, dan saling berpesan dengan kebenaran, dan saling berpesan dengan kesabaran. (QS Al-‘Ashr:1-3)
Tepat sekali menusuk relung hati peserta syuro, mereka saling berpandangan dan tersenyum, mereka mengerti mengapa surat itu yang dipilih oleh pemimpin syuro tuk mengawali syuro sore itu. Lelaki yang duduk disebelah papan tulis putih itu pun menganggap tak perlu lagi menjelaskan makna Firman Allah yang baru saja dibacakannya. Dia tahu teman-temannya sudah cukup cerdas tuk paham akan makna yang terkandung didalamnya.
Syuro dilanjutkan, masing-masing peserta dipersilahkan untuk melaporkan perkembangan amanah yang dipikulnya. Sudah sesuai rencanakah atau malah lebih cepat dari rencana awal.
“Gimana akh?” tanya lelaki pemimpin syuro.” Proposalnya sudah disebar ke sponsor?”
“Afwan akh” kata itu lagi yang terucap. “ Ane sudah hubungi staff ane tuk membuat  desainnya, tapi katanya dia masih menunggu format proposalnya dari sekreteris kegiatan dan baru kemarin formatnya diserahkan ke staff ane”
Raut muka kekecewaan tergores di wajah pemimpin syuro. Perlahan raut kekecewaan itu berubah menjadi kekhawatiran akan acara besar yang akan diselenggarakan oleh lembaganya. Apakah akan sukses atau hanya berjalan apa adanya. Atau bahkan gagal total. Ketakutan itu terus membayangi pikirannya. Bahkan sampai muncul kekhawatiran akan kelanjutan organisasinya kelak jika para kadernya seperti ini.
Mungkin kebanyakan dari kita sering mengalami kejadian seperti tadi, kedatangan yang telat, penyelesaiaan akan tugas yang terabaikan, atau lainnya, yang menyebabkan kata “afwan” seperti sebilah pedang yang mengoyak rencana-rencana besar kita. Atau bahkan mungkin kitalah pelaku utama pelontar kata “afwan” tersebut. Memang sih sangat ringan dan terlewat mudah kita mengucapkan kata itu tetapi pernahkah kita memikirkan perasaan orang yang telah lama menanti kedatangan kita dengan cemas, perasaan seseorang yang begitu mempercayakan suatu amanah kepada kita lalu kita mentelantarkannya, atau pernahkah kita mempikirkan rencana besar apa yang harus gagal karena anggapan remeh kita terhadap waktu maupun amanah kecil yang diberikan kepada kita.
Sebagian besar dari penderita “syndrome afwan” tidak pernah berfikir sejauh itu, mereka terlalu berkosentrasi untuk mempertahankan diri dari pertanyaan-pertanyaan yang nantinya akan muncul akibat dari ketidaksadaran mereka akan pentingnya tugas dan amanah yang diberikan. Penderita syndrome afwan akan sibuk mencari jutaan alasan pembenaran akan kesalahan-kesalahannya. Dan si penanya pun akan bosan mendengar alasan yang sudah berulang kali ia dengar.

Roni Eka Arrohman

Kamis, 09 Mei 2013

Atas Kursi Rotan


Selepas isyak segera ku kembali ke kontrakan. Jalan- jalan sempit sepanjang gang, redup dengan temaram lampu kuning Kota Semarang. Tak ubah Semarang di zaman Belanda, penjajah yang merontakan rakyat kita. Masjid Ar Rahman berjarak 600 meteran dari kontrakan. Kontrakan mahasiswa tua, betapa tidak hampir semua yang tinggal di sana adalah yang menunggu dengan tenang ujian pendadaran. Begitu juga denganku, rencana bulan mei ujian pendadaran akan datang. Semoga keinginan ini segera terwujud, dan dapat kembali ke dunia sesungguhnya.
Agenda hidupku tidak pernah berucap, bahwa aku akan menjadi mahasiswa IAIN seperti saat ini. Apalagi IAIN Walisongo, terlebih Jurusan Tarbiyah. Melihat sejarah yang telah ku lewati masa lalu. Keonaran dalam tingkah laku semasa remaja SMA membuat ngiris untuk mengingatnya. Meski masih dimaklumi namun kadang membikin hati menangis pedih bak teriris. Masa kelam penuh penyesalan kini.
Masih teringat lekat dalam pikiran, bahwa kenakalan masa itu tidak dapat terhitung banyaknya. Sudah beberapa cewek yang menagis karena tingkah polah seorang Haikal. Mulai dari cewek seksi yang berbaju mini, hingga akhwat[i]dengan jilbab lebar, yang bikin hati berdebar saat bersua dalam kelas atau ruang praktikum. Meski penampilan biasa- biasa saja, rambut dipotong da disisir tidak karuan, bukan rapi ala bintang kelas. Masuk sering terlambat, dan kantong pun lebih sering kering ketimbang basah, bak kantong anak pejabat. Motor pun masih banyak yang lebih bagus. Namun masalah matematika nggak bakalan terlewat dalam mengerjakan. Itulah satu- satunya pelajaran yang buat aku menjadi benar- benar Haikal. Haikal yang dapat dihargai. Semoga ini bukan sesumbar.
Daftar cewek yang pernah menjadi pacar, masih teringat. Tahun pertama Dina anak manja, kemudian Nia, dan entahlah berapa lagi yang sudah kujajaki rasa cinta mereka. Masih juga ada Riska anak olimpiade Fisika, yang sempat membuatku mendapat nilai 85 dalam ulangan Fisika Bu Susi.
Banyak waktu luang yang terbuang, untuk nongkrong di alun- alun hanya untuk minum es degan[ii], atau menyiuli cewek yang sedang lewat. Memang tidak produktif sekali, seandainya dulu lebih baik sedikit saja. Pasti minimal dapat ikut olimpiade atau lomba matematika. Memang penyesalan selalu datang di akhir waktu, akhir yang sudah di tebak oleh semua. Dan waktu memang seperti garis lurus, tidak pernah kembali ke titik awal pergerakannya. Mirip pelajaran Bu Noormani waktu itu.
“Mas Haikal, wis makan?”, tanya Fajar teman kontrakan yang sudah semester 7.
“Kamu duluan aja, Jar. Lagi pengen muhasabah sendiri”, jawabku.
“Ya udah. Ane duluan Mas. Assalamualykum “
“Alaykasalam”
Ku perbaiki dudukku di kursi teras depan rumah. Kursi rotan ini sering kugunakan ketika sore sedang menjelang, sambil menikmati jingga surya di ufuk barat. Kini kunikmati suara gesekan rotan, saat ku mengingat masa sekolah dulu.
Seyogyanya sekolah pada umumnya, di sekolah pun banyak organisasi dan ekskul yang ditawarkan. Dasar memang ku tak pernah tertarik, ku tak sedikitpun memandangi mereka. Meski setiap senin Pak Kusneo selalu saja memberi amanat upacara, untuk aktif disana. “Emang siapa dia?”,  timpalku dalam hati selalu.
Mulai dari OSIS, Pramuka, anak Olimpiade, PMR hingga Paskriba. Semua tersedia, namun tak ku sentuh apalagi ku jajaki. Begitu juga tak sedikitpun ku ketahui siapa saja yang ada di sana. Hingga kelas 2 ku tak aktif di manapun. Hingga saatnya masa itu datang juga. Masa sedikit kesadaran tumbuh dalam diri.
Kelas 2 caturwulan 2, maklumlah masa itu belum ada KBK apalagi KTSP dan masih pada kurikulum tahun 1999. Meski nilai matematika masih baik, namun hampir semua selain matematika bernilai standar. Dan yang dulu di kelas satu, masih masuk 20 besar. Kini harus sedikit turun ke peringkat 25. Namun waktu itu tak pernah menyesal, karena memang tidak ada usaha yang extra miles menuju kesana.
Di kelas 2 inilah ku mulai mengenal ekskul dan teman- teman yang aktif disana. Anak OSIS yang lebih sering ngadain event, anak Rohis yang berjenggot tipis tidak berkumis. Yang kadang kalau bercanda ia berkelakar, walau kantongnya tipis tetap aktivis. Senyumku mengembang mengenang lagu wajib mereka itu. Meski ku tak aktif dalam kegiatan mereka, namun asyik punya teman yang lebih banyak lagi. Selain pacar yang setiap malam minggu ku apeli.
Masa itulah ke ketahui bahwa Hasan teman satu kelasku adalah ketua ROHIS SMA masa itu. Ternyata di kelasku ada orang yang paling alim di SMA ku. Meski ku tak akrab dengannya namun, ia adalah orang yang sangat supel dan obrolannya mengalir seolah dari dalam dada penuh makna. Wajahnya bersih, bebas dari jerawat tidak seperti siswa kebanyakan. Pipinya dipermanis dengan lesung pipi. Seragamnya selalu rapi, itulah ciri anak Rohis, yang dia bilang senyumnya manis pakaiannya necis. Meski saat ia bilang seperti itu, tawa canda berderai- derai tiada hentinya.
Dia tidak pernah sama sekali membeda- bedakan teman semua. Termasuk aku. Haikal siswa bandel, dan super nakal brandalan. Dialah satu- satunya anak di kelas yang sering mengajak sholat ke masjid waktu dhuhur, sholat dhuha waktu istirahat, hingga mengajak  ke pengajian di sabtu siang seusai sekolah bubaran. Namun tetap saja ku dapat menemukan alasan untuk menghindar. Dialah sahabatku yang kini ku kenang.
Sejak ku ketahui ia adalah ketua Rohis, ia semakin sering dan semakin sering saja mengajak saya dan teman- teman ke masjid. Dengan berbagai alasan masih ingat olehku.
“Haikal udah sholat dhuhur belum?” tanyanya saat ku beranjak dari kelas ke kantin.
“Nanti aja, kan masih ada waktu”, segera ku jawab.
“Kalau makan aja nggak boleh telat. Bagaimana dengan sholat”
“Bener kamu. Tapi sekarang aku mau ke kantin. Nanti aja, ceramahnya”
Ku ngelonyor langsung tak peduli apa yang dirasakan dan bagaimana mimik mukanya waktu itu. Kesal acap kali ia menagajakku yang sok alim dan benar sendiri. Meski sebenarnya memanglah ia benar.
Hari berganti hari. Hingga suatu siang ia bilang. “Haikal nanti sore, aku mau main ke kosmu. Mau minta tolong bantu ngerjain PR matematika Bu Noormani”.
“Kenapa nggak ke Muji aja?”, iya ke Muji aja juara kelas, dan sebenarnya aku tak mau nikmatnya sore santaiku diganggu dengan si Hasan.
“Muji ada acara di Olim Club-nya sampai malam”
“Datang aja kalau emang urusan matematika, yang penting jangan usil” syarat yang ku ajukan.
“Siiip” jawabnya.
Dan benar sore itu, saat aku lagi asyik dengerin lagu Sheila on 7 kesayanganku. Ia datang. Sendiri, dengan tas dan tumpukan tugas dari Bu Noormani.
Sekali ia datang untuk urusan matematika, maka untuk kedua dan kesekiankalinya ia datang dengan maksud yang sama. Dalam setiap kali ia datang, ada saja yang dibicarakan selain matematika. Pertama ia bicara tentang sibuk dan capeknya ia di Rohis. Maklum aku waktu itu, karena ia adalah orang nomor satu di Rohis. Hingga pernah ia bicara tentang betapa pacaran hanya membawa hal yang buruk. Karena pada waktu itu pacarku telpon di tengah belajar. Makin lama aku pun terwarna oleh kebiasaannya. Mulai sering sholat tepat waktu, bahkan asyik saat di ajak ngobrol masalah islam.
Hasan lah yang mewarnainya. Mewarnai seorang Haikal. Intensitasnya datang urusan matematika, dan menyisipkan urusan agama makin lama makin tinggi. Hingga seorang Haikal berubah total, seratus persen. Haikal kini menjadi seorang Muslim yang berusaha mengaktualisasikan islamnya. Itulah usaha Hasan. Sahabat yang ku temui waktu itu.
“Haikal…, mungkin kau adalah sahabat sejatiku yang ku temui saat ini”
May be Yes, may be no” jawabku.
Hasan dan Haikal kini menjadi dua sahabat yang erat, dan terikat oleh sebuah ikatan hati yang kuat. Entah apa yang membuatku senang sekali bersamanya saat itu. Kebersamaan kita mulai di kelas, mengerjakan PR, hingga kita harus makan nasi goreng bersama. Itulah kisah manis bersama Hasan sahabatku itu.
Hasan lah yang membuat Haikal rajin sholat, nggak pernah telat. Menjadi orang yang protek terhadap pacaran. Mengubah semua lagu rock menjadi nasyid, kecuali lagu pop Sheila kesukaanku. Dan yang pasti menjadi aktivis Rohis, yang meski masih cetek posisinya saat itu. Hasrat belajar agama waktu itu pun, dipompa oleh Hasan secara keras. Dialah yang menemani setiap pekan untuk halaqoh[iii]Membantuku belajar alquran dan menghafalnya waktu itu. Hingga kini ku mengantongi dua juz alquran. Terima kasih Hasan, sahabatku.
Di ujung tahun sekolah, kita berdua makin erat dan dekat saja. Kebersamaan kita kadang membuat iri temannongkrongku dulu. Berbagi SMS nasihat itulah kebiasaan baru. Hingga suatu saat ia mendendangkan nasyid Teman Sejati SNADA. Bahkan saat ini pun nasyid itu, masih saja mampu menitihkan air mataku kini.
Selama ini ku mencari-cari teman sejati
Buat menemani perjuangan suci
Bersyukur kini pada-Mu Ilahi
Teman yang dicari  selama ini telah kutemui
Denganya disisi perjungan ini
senang diharungi bertambah murni kasih Ilahi
Kepada-Mu Allah ku panjatkan doa
Agar berkekalan kasih sayang kita
Kepada-Mu teman ku mohom dokongan pengorbanan dan pengetian
Telah ku ungkapkan segala-galanya
Syahdu rindu hati ini saat mengingat semua itu. Terbungkus kenagan itu dalam memori dengan bungkus dan pita penuh bahagia. Hingga kini ia kuliah di teknik elektro UI, sedang ku menimba ilmu agama di IAIN Walisongo.
Ku dengar teman- teman kontrakan sedang bercanda, saling timpal menimpali ucapan. Dan ku lihat Fajar belum juga datang selesai makan.
Hingga dua minggu lalu emailku mendapat kiriman undangan walimah, dari kakak angkatan. Mas Sis dan Mbak Nurul. Dialah mantan ketua Rohis dan kepala bidang muslimah satu tahun di atas Hasan dan aku. Semua anak Rohis diundangnya. Terlihat dari betapa banyak list email yang dikiriminya. Termasuk emailku dan email Hasan tentunya dalam list email tujuan.
Senang sekali hati itu waktu itu. Tentunya tak serapuh malam ini. Aku akan bertemu dengan teman sejati Hasan. Terakhir bertemu adalah idul fitri tahun pertama ia kuliah di UI. Sebelum semua keluarganya pindah dari Ungaran ke Jakarta, maklumlah bapaknya adalah seorang pengusaha besar. Komunikasi telpon dan email seolah tak mampu menggantikan kehadiran Hasan. Jauh berbeda pabila bersama bertutur sapa.
“Hasan, kamu datang ke Walimah Mas Sis kan?”, tanyaku lewat telpon.
“Iya, Insyaallah. Sampai ketemu disana ya. Sudah hampir 4 tahun nggak bertemu raga”
“Ok. Kalau Allah mengizinkan”
Positiflah Hasan akan datang ke Walimah Mas Sis. Hari- hari menjelang hari ini sangat berwarna. Aku akan bertemu dengan sahabat yang telahmengubah hidupku, dan teman- teman Rohis lainnya.
Ku berangkat ke Ungaran naik motor sendiri. Paling cuma satu setengah jam dari sini. Ku bungkus beberapa kado. Buku “La Tahzan” karya DR.Aidh Al Qarni kubungkus untuk Hasan, sahabatku. Dan sepasang baju Bathik Parang kubungkus untuk mempelai, Mas Sis dan Mbak Nurul. Baju bathik kesayanganku, celana kain hitam, dan selop hitam ku kenakan. Biar tidak malu- maluin. Meski kelas mahasiswa, namun tampilan harus utama juga. Siaplah aku berangkat ke Ungaran.
Sesampainya di tempat walimahan, rumah Mbak Nurul di dekat SMA kita dulu. SMA 1 Ungaran. Kenangan SMA pun kembali terkuak dari memori terdalam. Untung ku datang belum usai akad nikah. Meski hanya tinggal qabul dari Mas Sis. Semua teman telah datang. Langsung semua bertempur dalam obrolan panjang ngalor ngidul yang panjang. Sebelum kami satu per satu beranjak ke podium mempelai untuk berucap salam.
Serasi sekali mempelai berdua. Mas Sis wajah putih khas Gunung Pati, disandingkan dengan hitam manis Mbak Nurul. Terlebih dari itu Mas Sis yang kini tengah mengambil S2 di Belanda. Sedang Mbak Nurul jilbab lebar, baru saja usai S1 sastra Perancis dan bersiap menjadi dosen di Undip. Menurutku inilah pasangan yang paling serasi yang pernah ku temui. Sama- sama bagus, sama- sama unggul dalam prestasi masing- masing.
Ku lihat sekeliling belum juga datang Hasan dari Jakarta. Mungkin juga macet atau biasalah kendaraan di Indonesia tak bisa dipastikan jam berangkat dan sampainya. Hingga bakso dalam mangkok sudah habis ku nikmati. Teman- teman asyik berbicara tentang rencana nikah, rencana kerja, bahkan rencana S2 ke luar negeri. Hingga jam 11.00 berdentang.
Taksi Blue Bird khas terminal tembalang. Sekali naik taksi, ketika menjemput pembicara acara seminar setahun yang lalu. Memasuki area parkir di depan rumah walimahan. Pasti itu Hasan, tebakku. Benar saja Hasan telah datang. Semua terheran- heran dengan datangnya Hasan. Kaget karena telah lama tak bersua bersama. Tampilannya memang agak berbeda dari terakhir berjumpa. Jenggot tipisnya kini habis dipangkas, kacamata minus membantu setiap kali ia melihat. Jeans hitam membalut kakinya. Namun mengapa ia kembali membukakan pintu taksi yang satunya lagi. Apa ia bareng dengan Ardi yang kuliah di UI juga, padahal ia kemarin bilang ada kerjaan penelitian dosen. Namun bukan ia bukanlah Ardi teman kita. Namun ia adalah seorang perempuan. Dengan pakaian bathik namun terlalu seksi untuk di pakai di resepsi sini. Perempuan itu entah siapa namanya. Meski beribu tanda tanya berjejalan dalan pikiran. Usai bersalam dengan kita temannya yang ada di kursi tamu. Hasan menggandeng wanita itu menuju podium untuk berucap salam dengan mempelai.
Usai semua. Kini ia bergabung dalam lingkaran kita yang besar, membicarakan entah apa. Tapi semua gembira karena dapat bersama, bercerita, dan bertukar apa saja. Pertanyaan lumrah ditanyakan oleh sahabat yang lama tak bersua, kuliah, kerja, dan kabar keluarga disana. Hingga ia memanggil wanita itu.
“Haikal, ini Rischa. Pacarku. Bulan depan kita tunangan” mengenalkan wanita itu.
Ku telungkupkan kedua tanganku mengindari bersinggungan dengan wanita yang belum muhrim. Senyum ikhlas sekedarnya ku kembangkan, di wajahku. Namun ada yang seolah menggelegar dalam pikiranku. Dan pasti tidak hanya aku, namun semua teman disitu waktu itu. Kok bisa? Mengapa begitu cepat perahu berubah haluan? Masih teringat dalam ingatan tentang nasihat untuk tidak berpacaran dan anjuran untuk langsung menikah. Masih ingat tentang nasihat betapa nikmat pacaran setelah menikah. Bahkan buku hadiah milad[iv]ku Nikmatnya Pacaran Setelah Menikah masih terpajang manis diatas rak bukuku. Sahabatku kini telah menjadi orang yang asing dan berbeda dengan dulu.
Sembari menikmati penganan, tutur sapanya mengalir masih seperti dulu. Namun apa yang dibicarakan berubah dari yang dulu sering membahas buku yang baru. Kini asyik dengan blackberry dan bercengkerama dengan Rischa yang dikenalkan kepada kami sebagai pacarnya. Ketika ku tanya tentang alasannya maka ia akan segera membalas, bahwa hidup adalah sekali, makanya jangan diambil susah. Sudah capek dengan dunia masjid yang begitu-begitu saja. Ketika ku tanya halaqohnya. dia bilang dengan tegas sudah stop. Dengan alasan yang bersifat permukaan semata.
Kadoku yang ku bungkus tak jadi ku berikan Hasan. Ku simpan untuk mungkin kado pernikahannya saja. Lelah dan sedih hati ini, mengingat siang tadi. Air mata seolah menjadi obat haru yang menghujam kalbu. Seorang sahabat yang dulu ada bersama, seolah kini menghindar dari jalan benar yang dulu ia tawarkan kepadaku.
Malam ini, rasa capai setelah siang tadi bergolak di Ungaran. Kini di atas kursi rotan ini, ku hanya mampu menyesali dan makin sesal. Begitu cepatnya manusia berubah. Yang dulu menjadi teladan, kini telah berubah dan menyesakkan ketika harus diingat kembali. Air mata seorang sahabat hanya disaksikan oleh temaram lampu Semarang malam ini.
“Mas Haikal, belum masuk Mas?”
“Belum. Rasanya mata ini berat untuk terang” segera ku usap lelehan air mata ke sekitar pipi. Tak ingin orang lain tahu akan pilunya hati siang hingga malam ini.
Ku tinggalkan kursi rotan dan kembali ke dalam kontrakan.





[i] Akhwat : panggilan untuk muslimah dengan jilbab lebar.
[ii] Degan : Kelapa muda
[iii] Halaqoh : forum yang biasanya 7-10 orang, untuk mengkaji islam.
[iv] Milad : ulang tahun

Selasa, 07 Mei 2013

Info Seleksi MTQ Mahasiswa Nasional ke 13

Assalamualaikum wr wb
Akhi ukhti alhamdulillah seleksi MTQ Nasional kembali dibuka. Detail infonya silahkan baca dan save poster berikut



Ajak seluruh kawan-kawan difakultas masing-masing yah, berikut link download untuk formulir pendaftaran.

 download formulir

silahkan didownload, jadilah delegasi Universitas Sumatera Utara menuju MTQ Nasional ke-13 di Universitas Andalas. 

Source Credit : UKMI AD DAKWAH USU

Senin, 15 April 2013

#13 Pojok Hadits Malu Sebagian dari Iman



"Dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya, ia berkata,
"Rasulullah SAW lewat di hadapan seorang Ansar yang sedang mencela saudaranya karena saudaranya pemalu. Maka Rasulullah SAW bersabda, 'Biarkan dia! Sesungguhnya malu itu sebagian dari iman."
(Bukhari-Muslim)

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. : Nabi Saw. Pernah bersabda ;
“Iman meliputi lebih dari enam puluh cabang atau bagian. Dan Al haya’ (rasa malu) adalah sebuah cabang dari iman.”

Kandungan Hadits:
Diantara pelajaran hadits yang bisa kita ambil dari hadits di atas adalah sebagai berikut:
1. Kaum muslimin hendaknya selalu memiliki semangat untuk menasehati saudaranya, mengingatkannya dengan penuh kasih sayang, dan tidak berdiam diri dari kesalahan;
2. Salah satu sifat Rasulullah adalah meluruskan ketika ada kekeliruan yang beliau ketahui, dan membetulkan kesalahan yang beliau dapati. Sehingga ketika Rasulullah diam terhadap sesuatu yang diketahui beliau, maka itu berarti taqrir (persetujuan) dari beliau;
3. Hendaklah seorang muslim memiliki rasa malu dan menjaga sifat itu tetap ada pada dirinya;
4. Malu adalah sebagian dari iman.

^_^
Semangat Karena Allah... :)

                                           #KaReNa KiTa KeLuArGa

Jumat, 12 April 2013

Marahalah Dakwah



Marhalah dakwah terdiri dari tabligh, ta’lim, takwin, dan tanfidz. Pada setiap tahapan ini terdapat amalud dakwah (aktivitas dakwah) dan ahdafud dakwah (tujuan dakwah). Pada marhalah tabligh (penyampaian umum) dan ta’lim (pengajaran) aktivitas dakwahnya adalah merubah dari kebodohan kepada ma’rifah (pengenalan) sedangkan tujuannya adalah menyampaikan ilmu dan memperbaiki ilmu. Marhalah takwin mempunyai aktivitas merubah ma’rifah kepada fikrah dan merubah fikrah kepada harakah, sedangkan tujuan adalah memperbaiki fikrah dan melatih amal. Pada marhalah tandzim, aktivitas dakwahnya adalah merubah harakah kepada hasil sedangkan tujuannya adalah menyatukan shaf, mengkoordinasikan amal dan pengawasan kegiatan. Pada marhalah tanfidz aktivitas dakwah adalah merubah hasil kepada tujuan (mardhatillah) adapun tujuannya adalah mobilisasi amal.

Marhalah tabligh dan ta’lim

Amal dakwah pada marhalah tabligh dan ta’lim adalah merubah jahalah (jahiliyah/bodoh) kepada ma’rifah. Marhalah ini adalah marhalah yang terbuka dengan penyampaian terbuka dan bahan yang sifatnya umum. Mereka yang hadir dalam marhalah ini adalah mereka yang berada pada level umum. Contoh tabligh adalah aktivitas dakwah di masjid (ceramah, khutbah, tazkirah), di kampus (seminar, kuliah, daurah) sedangkan ta’lim adalah marhalah setelah tabligh. Mereka yang berminat dengan dakwah dan Islam diajak kepada marhalah ta’lim. Bentuk pengajian umum dapat dikatakan marhalah ta’lim dimana kita mendapatkan ilmu melalui pengajaran yang dijadwal dan terlaksana secara tertib. Usaha-usaha dakwah tabligh dan ta’lim ini dengan sifat yang umum, peserta umum, dan tujuan umum, maka aktivitas ini bersifat merubah ketidaktahuan kepada pengetahuan (ma’rifah). Di dalam menjalankan amal dakwah demikian banyak aktivitas yang dilakukan seperti media, brosur, kaset, video, games, training, rihlah, dan sebagainya.

Seiring dengan amal dakwah yang dilakukan di marhalah ini maka tujuan dan dakwahnya adalah memberi ilmu dan memperbaiki ilmu. Bagi peserta yang tidak mempunyai ilmu maka dengan keikutsertaannya di dalam marhalah tabligh dan ta’lim ini akan menambah ilmu sedangkan bagi yang sudah berilmu akan mendapatkan perbaikan ilmunya atau menambah ilmu. Diskusi dan pembahasan adalah bagian dari aktivitas marhalah ini sehingga mencapai kebutuhan akal atau kognitif individu seperti ilmu.

Marhalah takwin

Pribadi yang sudah menyadari pentingnya ilmu sehingga dirinya selalu hadir dalam pengajian yang terus menerus dan tertib disamping juga mulai tumbuh semangat beramal pada dirinya, maka mereka ditingkatkan kepada marhalah takwin.

Marhalah takwin dimulai dengan merubah ma’rifah yang telah dicapai pada marhalah sebelumnya kepada fikrah. Ma’rifah hanya mengenal saja tetapi belum mempunyai kesadaran dan pemahaman yang baik. Kesadaran dan pemahaman yang dapat membentuk amal adalah fikrah. Banyak muslim yang mempunyai ilmu tetapi tidak ada fikrah sehingga amal dan usahanya tidak jelas dan tidak teratur, begitupun dengan sikap dan tingkah lakunya terkadang menyimpang, ia pun mudah terpengaruh oleh ghazwul fikri sehingga muncul beberapa pribadi yang tidak komitmen dan tidak konsisten. Usaha merubah ma’rifah kepada fikrah dilakukan dengan membedah realitas yang berlaku dan merujuk kepada nilai Islam dari Al Qur’an dan As Sunnah.

Aktivitas berikutnya adalah merubah fikrah kepada harakah. Fikrah tidak cukup dimiliki seseorang apabila tidak diamalkan dan diwujudkan dalam harakah. Fikrah harus dibuktikan di dalam amalnya. Merubah fikrah kepada harakah adalah melatih peserta ke dalam amal (pribadi) dan membimbingnya untuk merasakan amal harakah yang dilakukan secara terpadu bersama-sama atau berkelompok atau berorganisasi. Jadi selain diberi peluang kepada peserta untuk beramal juga diberi latihan-latihan yang dapat merasakan realitas dan aplikasi fikrah yang sebenarnya dalam harakah. Misalnya kita hanya memahami bahwa dakwah itu wajib dan orang yang berdakwah maka dia akan dibantu oleh Allah, hanya dengan dakwah Islam bisa tegak. Fikrah demikian perlu dirasakan dengan amal di dalam harakah. Latihan yang diberikan dan juga peluang yang disediakan akan mengarahkan peserta kepada harakah dengan kaidah-kaidah yang telah dicontohkan Nabi SAW seperti pelaksanaan tarbiyah para sahabat di rumah Arqom bin Abi Arqom.

#KaReNa KiTa KeLuArGa

Kamis, 11 April 2013

Jangan Menjadi Pribadi Yang Manja



Seorang tukang kebun mencoba mengadakan penelitian sederhana. Ia menanam 2 tanaman yang sama pada lahan yang sama. 
Yang membedakan hanya bagaimana cara dia merawat tanaman tsb. Tanaman yang pertama disirami secara rutin tiap pagi sore, sedangkan tanaman yang kedua disirami 2 hari sekali. Ketika tanaman itu bertumbuh cukup besar, tiba waktunya untuk menguji kekuatan akar tsb. Perbedaannya cukup mencolok; Dibutuhkan waktu kurang dari 2 menit untuk mencabut akar dari tanaman yang pertama. Untuk tanaman yang kedua, dibutuhkan waktu lebih lama yaitu empat menit untuk bisa mencabutnya!
Mengapa hal itu bisa terjadi?

Tanaman yang pertama cukup dimanjakan dengan air yang ia dapat dengan mudah, sehingga akarnya tidak berusaha mencari ke tanah yang lebih dalam. Sedang tanaman yang kedua karena mendapat suplai air yang lebih sedikit, maka mau tidak mau akarnya mencari ke sumber air, sehingga di dapatinya akarnya jauh lebih kuat karena masuk lebih dalam ke tanah.

Mari kita renungkan:

Cara Allah mendidik kita tak jauh beda dengan ilustrasi tsb. Bayangkan saja jika Allah memanjakan kita dengan mengabulkan semua doa yang kita minta atau tidak pernah mengijinkan penderitaan dan masalah hidup.  Tentu ini akan membuat kita jadi orang yang manja. Tak hanya itu, kita akan menjadi orang yang cengeng. Akibatnya akar iman kita tidak kuat dan ketika permasalahan terjadi, dengan mudahnya kehidupan kita tumbang!

Allah  sangat mengasihi kita, itu sebabnya DIA selalu mendewasakan dan melatih akar iman kita. Mengijinkan penderitaan, masalah, tekanan hidup atau keadaan yang tidak menyenangkan, dengan harapan bahwa akar iman kita terus mencari "Sumber" yang sejati. Apakah Anda memilih untuk menjadi orang yang manja dengan akar yang rapuh? atau menjadi orang yang di dewasa kan oleh Allah ?

semoga menjadi pribadi yang lebih baik lagi ^___^